Senin, 24 September 2012


SULOLIPU PETTA PABBICARA. PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA DARI SIDENRENG RAPPANG

Rabu, 09 September 2009

Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita (1900-1947)


"Sejarah tidak selalu ditentukan oleh peran seseorang diukur dari berapa kali ia menembakkan senapan atau pistolnya kearah bandit-bandit Belanda"
(Penulis)

Berbicara tentang sejarah Sulawesi Selatan, terkhusus sejarah di Sidenreng Rappang, belumlah lengkap apabila tidak menyebut tokoh yang satu ini. Perannya didalam perjuangan Pra Kemerdekaan dan Pasca Kemerdekaan adalah peran yang turut memberikan warna bagi sejarah Bangsa dan Negara, terutama di wilayah Ajatappareng, Sulawesi Selatan. Keputusannya untuk menolak bekerjasama dengan penjajah belanda, melahirkan pemahaman tentang betapa arti dari suatu kebebasan sangat berbanding terbalik dengan keterkungkungan selama 300 tahun penjajahan. Sebagai seorang bangsawan tinggi dengan jabatan Pabbicara, apalagi sebagai ketua Pampawa Ade' (kepala hadat sidenreng), ia dianggap sebagai orang yang bisa memimpin masyarakatnya untuk lepas dari 'keterpenjaraan'. Ia mempunyai kewenangan untuk menegur atau mengingatkan Raja dan rakyat yang dicintainya, apabila telah keluar dari rel, berdasarkan fungsi dan tugasnya sebagai penyelenggara negara (kerajaan). Ia semata-mata hanya ingin menciptakan kesadaran bahwa perubahan akan segera terjadi, cepat atau lambat. Kemerdekaan yang dianggap Belanda sebagai sesuatu yang mustahil bagi 'bangsa bodoh dan terbelakang', dijadikan-nya bak lecutan cemeti (cambuk) untuk menyadarkan rakyat agar terlepas dari dogma sesat tersebut.

Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita, yang juga biasa dipanggil Andi Abdullah, dilahirkan pada tahun 1900, dari bapak yang bernama La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, dan ibu bernama I Tangkung Puatta Daenna, pada suatu wilayah di Kerajaan Sidenreng yang bernama perkampungan Amparita lama.

Pada tahun 1905, pasukan Belanda memasuki wilayah Aja'tappareng, yang membuat situasi menjadi mencekam dan terjadi ketegangan dimana-mana. Kegentingan itu telah dirasakan pula oleh La Sulolipu yang justru ketika itu masih kanak-kanak (5thn). Dan memang pada akhirnya hampir semua kerajaan di Sulawesi Selatan takluk oleh Belanda pada tahun 1906. Peristiwa ini adalah pengalaman hidup yang tanpa disadari bisa menjadi renungan bagi bocah La Sulolipu untuk menatap jauh kedepan.
(baca riwayat Pakerrangi)


Pada tahun 1916, ketika masih remaja, dinikahkan dengan perempuan bernama Andi Maisuri, putri dari Karaeng Cakki (Petta Haji Cakki), seorang bangsawan keturunan Raja Tallo, dan ibu bernama I Makkaratte (Andi Makkaratte) salah seorang putri dari Arung Berru. Perkawinan mereka dikaruniai 9 (sembilan) orang anak, sbb:

1. Andi Mappawekke, Kepala Pemerintahan Swapraja Sidenreng, menikah dengan Hj. Andi Cenceng (Hj. Puang Cenceng).
2. Hj. Andi Sennang, menikah dengan Andi Ronda Petta Pabbicara Arawa.
3. Hj. Andi Mapparola, menikah dengan Letnan. Andi Maramat, seorang pejuang bugis yang pernah bergerilya di tanah Jawa.
4. H. Andi Ismail Ismen, Arung Batu, menikah dengan Hj. Andi Bunga Pandang, adik dari H. Andi Patonangi mantan Bupati Pinrang.
5. Andi Camming, menikah dengan H. Andi Iskandar Pajujungi Arung Amparita.
6. Andi Mahmud, menikah dengan Andi Siangka.
7. Andi Bulaeng, menikah dengan Andi Cakkudu.
8. Andi Tate, menikah dengan Andi Radeng.
9. Andi Sohra, menikah dengan Drs. A.H. Baso.

Salah seorang diantara turunan-nya tersebut akan memerintah Sidenreng dengan status daerah otonomi, yakni Andi Mappawekke, Kepala Pemerintah Swapraja Sidenreng, pada tahun 50-an.

Pada tahun 1939, Andi Sulolipu menikahi Andi Hanisuh (Puang Hane), putri Andi Ahmad Petta Enrekang, dan dikaruniai seorang putra yang bernama Andi Hatta.

Andi Sulolipu memulai pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat (Volksschool) selama 3 tahun di Amparita. Dan lanjut pada Sekolah Gouvernement Klas 2 (Vervolgschool) di Rappang, hingga tamat sekolah tersebut pada tahun 1912. Adalah sesuatu yang lazim pada masa itu jika seorang Bumi Putera telah menamatkan pendidikannya pada sekolah belanda akan dipekerjakan sebagai Pegawai Pemerintah (Ambtenar). Dengan melalui seleksi, ia kemudian menjadi Kepala Penjara Pare-Pare (Sipir), pada tahun 1914. Pekerjaan ini dilakoni-nya hingga beberapa tahun lamanya.

Pada tahun 1917, La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, bapak dari Andi Sulolipu, wafat di Saoraja Bolamamminasae, Arateng, Amparita Lama. Ia adalah salah seorang Pahlawan Kerajaan Sidenreng di Perang Belo (Melawan Soppeng), dan Perang melawan Belanda, pada tahun 1905. Agar tidak terjadi kekosongan, oleh La Cibu Addatuang Sidenreng XIII, Andi Sulolipu kemudian dilantik menjadi Pabbicara Amparita menggantikan La Pakerrangi pada tahun 1917. Ini didasarkan atas penilaian bahwa ia mempunyai kecakapan dan wibawa seperti bapaknya itu.

Adapun tanggung jawab yang diberikan oleh Addatuang Sidenreng, didasarkan pada fungsi dan tugasnya sebagai Penyelenggara Negara (Kerajaan), adalah pada bidang:
1. Pemerintahan dan Hukum,
2. Ketua Hadat Tinggi Sidenreng, disamping Addatuang,
3. Ketua Badan Pertimbangan Pemerintah Kerajaan Sidenreng.

KEGIATAN DI BIDANG SOSIAL & PENDIDIKAN.
Pada tahun 1930, Andi Sulolipu mendirikan satu Perkumpulan atau Yayasan dengan nama Perkumpulan Nasrulhaq. Yayasan inilah pada tahun 1931 mendirikan Sekolah Nasrulhaq I, yang berpusat di Amparita dan didirikan pula cabang2nya di Teteaji, Massepe, Allakuang dan Pangkajene. Sekolah ini dipimpin oleh seorang ulama terkenal pada masa itu bernama K.H. Muhammad Yafie (Ayah Prof K.H. Ali Yafie, mantan ketua MUI). Ini semua didasari oleh keprihatinan Andi Sulolipu terhadap jumlah sekolah yang masih sangat terbatas pada waktu itu. Sekolah yang didirikan Belanda peruntukannya sebatas pada kalangan anak2 berkulit pucat (anak belanda) dan sedikit anak dari golongan bangsawan tinggi di pemerintahan. Dengan mendirikan sekolah sendiri, ia bisa menampung anak dari berbagai kalangan dan mendatangkan guru2 yang berpaham nasionalis dan keislaman. Pada saat saat tertentu, atas perintah Andi Sulolipu, para guru secara sembunyi sembunyi mengajarkan mereka pemahaman tentang kecintaan terhadap tanah air dan bangsa (Nasionalisme).

Berselang beberapa tahun kemudian, didirikan pula Madrasah Ibtidaiyah dan Tsanawiah yang dipimpin K.H. Zainal Abidin, seorang ulama karismatik dari Mandar. Beliau disertai dua muridnya yang merangkap sebagai pembantu2nya, yakni: Abdul Wahab dan Abdul Razak. Konon kabarnya, makam ulama besar ini sangat dikeramatkan di Kec. Pammana, Wajo.

Pada tahun 1937, Andi Sulolipu mendirikan lagi sebuah sekolah yang diberi nama Sekolah Nasrulhaq II (Tweede Nasrulhaq School) yang mata pelajarannya sama dengan H.I.S dan Schakelscholl, ditambah dengan mata pelajaran Agama Islam. Atas anjuran dan saran dari Tuan Habibie (Ayah Prof. B.J. Habibie, mantan Presiden RI), didatangkan pengajar dari Gorontalo yang masih kerabat dekat mereka, seperti: Usman Isa, Ny. Chatibi Usman Isa dan Abbas Mahmud. Seperti yang diketahui, keluarga Habibie pernah menetap dan tinggal di Massepe, 3 km sebelah selatan Amparita.
Karena sekolah ini masih membutuhkan tambahan guru agama, Andi Sulolipu kemudian mendatangkan Ustadz Abu Salim Alamsyah asal Minangkabau, dan seorang Ustadz asal Mandar yang tidak tersebutkan namanya dalam cacatan. Sekolah ini berjalan lancar selama 5 tahun, hingga pecahnya Perang Dunia II. Meski demikian, Andi Sulolipu telah mempersiapkan murid murid tersebut untuk melanjutkan pendidikannya pada sekolah MULO dan CIBA di Makassar.

Untuk mendirikan dan membangun sekolah, ditambah dengan membayar gaji para guru, dari tahun 1931 s/d 1942 (11 tahun), Andi Sulolipu telah menggadaikan sanra putta sawahnya kepada Said Sadik Alidrus, sejumlah 10 Ha (7 Ha, di Laulaweng Amparita & 3 Ha, di Labuaja Lawawoi). Ini dilakukannya dengan ikhlas tanpa mengharapkan pamrih. Semata-mata hanya ingin menyumbangkan sesuatu untuk bangsa dan tanah air yang masih mejadi bayangan di pelupuk matanya.

Beberapa anak didik dari sekolah yang didirikan Andi Sulolipu, yang kemudian sukses menjadi Kepala Pemerintahan, antara lain:

1. Andi Mappawekke, Kepala Pemerintah Swapraja Sidenreng, tahun 50-an. Puteranya sendiri.
2. Haji Andi Patonangi, mantan Bupati Pinrang, bapak Andi Aslam Patonangi, Bupati Pinrang saat ini.
3. Kol (Purn). Haji Opu Sidik, Bupati Sidrap dua periode, 1978-1988. Dll.

"Sejarah akan mencatat nama beliau sebagai Pelopor Pendidikan di Sidenreng Rappang". Berkata Andi Iskandar Petta Amparita pada suatu waktu.

KEGIATAN DI BIDANG PARTAI & ORGANISASI PERJUANGAN.
Andi Sulolipu menjabat sebagai Pengurus dan Penasehat Partai Sarekat Islam (PSI) Cabang Teteaji. Pada Kongres PSI di Teteaji, ditahun 30-an, Pimpinan Pusat Haji Omar Said Tjokroaminoto datang dan berkunjung atas undangan Panitia Kongres. Kedua tokoh sempat bertemu dan melakukan perbincangan. Dalam perbincangan itu, HOS Tjokroaminoto menitipkan harapan dan pesan kepada Andi Sulolipu, agar perjuangan PSI didalam menuntut Kemerdekaan Indonesia selayaknya mendapatkan dukungan yang semakin luas di kalangan masyarakat, terutama kelompok aristokrat tinggi (Bangsawan) seperti halnya dengan Andi Sulolipu Petta Pabbicara Amparita.

Terbukti dikemudian hari, Andi Sulolipu sangat konsisten dengan sikap perjuangannya, hingga wafatnya di tahun 1947.

Pada awal bulan September 1945, Andi Sulolipu ke Makassar untuk menemui DR. Sam Ratulangi. Dimana pada saat itu beliau baru saja pulang dari Jakarta untuk menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam pertemuan itu, Andi Sulolipu mengemukakan rencananya untuk mendirikan Partai Nasional Indonesia di Sidenreng Rappang, yang berpusat di Amparita (Kec. Tellu Limpoe, Sidrap, saat ini). Dengan tujuan untuk menghimpun massa rakyat didalam satu wadah organisasi demi menghindari pengaruh2 negatif dari kalangan anti republikein.

Rencana dan gagasan Andi Sulolipu itu disambut baik oleh Sam Ratulangi yang telah diberi mandat oleh Presiden Soekarno sebagai Gubernur Sulawesi. Setelah memberikan amanah dan masukan2 yang berharga kepada Andi Sulolipu, maka Sam Ratulangi memerintahkan staf pembantunya Mr. Tadjuddin Noor untuk menyertai Andi Sulolipu ke Amparita membentuk Partai Nasional Indonesia (PNI).
Dengan melalui suatu komite, tersusun pengurus partai,sbb:

Ketua Umum : Andi Sulolipu,
Ketua I : Andi Abu Bakar,
Ketua II : Callakara,
Penulis I : Andi Maramat,
Penulis II : La Pabbola
Penulis III : Andi Iskandar,
Bendahara I Adama, dan
Bendahara II : Andi Baharuddin.

Disamping pengurus harian tersebut diatas, partai ini dilengkapi pula dengan pembantu2, seperti:

1. Bidang Penerangan dan Propaganda,
2. Bidang Sosial,
3. Bidang Perhubungan,
4. Bidang Perlengkapan,
5. Bidang Perlawanan dan Pengerahan Massa, dan
6. Bidang Tata Usaha dan Pendaftaran Anggota.

Berdirinya Partai Nasional Indonesia di Amparita, Sidenreng, dalam waktu singkattelah tersebar luas di masyarakat. Maka mulailah rakyat mendatangi kantor PNI, untuk mendaftarkan diri menjadi anggota, seperti dari Maiwa Enrekang, Soppeng, Pinrang, Wajo, dll.

Pada bulan Oktober 1945, Andi Sulolipu sebagai Ketua Umum PNI, mengundang tokoh2 Pejuang Kemerdekaan Sidenreng Rappang untuk menghadiri rapat yang diadakan di Amparita, yang dihadiri oleh:

1. Andi Cammi dan Andi Nohong, dari Rappang,
2. Andi Takko, dari Tanru Tedong,
3. Andi Nemba, dari Pangkajene,
4. Andi Abdul Latif, dari Bilokka,
5. Abdul Gani Rasul, dari Massepe,
6. M. Abduh Pabbaja, dari Allakuang,
7. Kepala Laupe, dari Wette'E, Wanio.

Para pejuang ini hadir di Amparita ditemani oleh rekan2nya dalam satu rombongan.

Ada 3 (tiga) keputusan penting yang diambil dalam rapat yang dipimpin Andi Sulolipu tersebut, yakni:

1. Secara resmi & protokoler Bendera Merah Putih dinaikkan.
2. Membagi Daerah Pertahanan di Sidenreng Rappang menjadi 2 (dua) wilayah:
a. Wilayah Utara Pangkajene sampai Rappang & sekitarnya adalah Daerah Operasi B.P. GANGGAWA dibawah pimpinan Andi Cammi & Andi Nohong.
b. Wilayah Pangkajene ke Selatan sampai Bilokka & sekitarnya adalah Daerah Operasi KRIS MUDA dibawah pimpinan Yusuf Rasul & Rachman Tamma.
3. Mendukung sepenuh pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur Sulawesi.

Setelah rapat selesai, maka seluruh peserta mengambil tempat di pekarangan RUMAH ADAT BOLA LAMPE'E untuk mengikuti Upacara Penaikan BENDERA MERAH PUTIH diiringi dengan lagu INDONESIA RAYA.


Peristiwa ini adalah peristiwa bersejarah di Sidenreng Rappang. U/kali pertama secara resmi & protokoler Sang Merah Putih dikibarkan dgn diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, disaksikan oleh para pejuang yg hadir & rakyat yg telah berkerumun memadati halaman.

Pada bulan November 1945, Andi Sulolipu mengadakan Konferensi yg diikuti oleh para Pendukung Kemerdekaan Indonesia, bertempat di Gedung Sekolah Rakyat Amparita. Hadir dlm Konferensi itu ialah tokoh2 pejuang utusan daerah Enrekang, Wajo, Soppeng, dll. Keputusan yg diambil adalah:
Menolak kembalinya penjajahan di bumi Indonesia. Serta siap menentang & melawan dgn kekuatan yg ada pada diri sendiri. Diputuskan pula bahwa pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur adalah sah.

DIBERHENTIKAN DARI JABATAN PABBICARA.
Aktivitas Refresif yg dilakukan Andi Sulolipu didalam upaya mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak disetujui Pemerintah Kerajaan Sidenreng & Belanda waktu itu. Beliau sering dipanggil hanya untuk dinasehati agar ia sadar & lebih memusatkan pikiran pada tugas2 pokoknya di pemerintahan. Hal ini menimbulkan kekecewaan Andi Sulolipu terhadap beberapa rekannya sesama kaum aristokrat yg duduk di pemerintahan. Mereka lebih memilih u/melanjutkan kerjasama dgn pihak Belanda, demi mengamankan jabatan daripada ikut berjuang. Beruntung kekecewaan itu terobati oleh sikap Patriot yg ditunjukan kalangan muda yg dimotori oleh Andi Cammi & Yusuf Rasul, dkk.

Akibat sikap yg dinilai keras kepala & membangkang,
pada bulan Mei 1946, A. Sulolipu diberhentikan dari jabatannya selaku Pabbicara Amparita. Pemberhentian tsb dlm waktu singkat telah diketahui secara luas dikalangan rakyat. Hingga kawan2 seperjuangan silih berganti datang u/menyatakan simpati & keprihatinan. Ketika ditemui, A. Sulolipu mengatakan, "Sekarang ini saya adalah rakyat biasa. Kedudukan saya selaku Pabbicara telah ditanggalkan, maka oleh karena itu tibalah saatnya sekarang ini saya bersiap2 menunggu kedatangan Belanda u/menangkap saya. Itu pasti akan terjadi. Itulah resiko atas keyakinan & pendirian saya. Kalau besok atau lusa saya ditangkap Belanda, jangan harapkan saya akan kembali. Tetapi tunggulah kabar kematian saya. Saya telah ikhlas. Kepada kawan2 seperjuangan saya, agar perjuangan kita yg suci murni ini diteruskan, Insya Allah & yakinlah bahwa penjajah belanda akan segera terusir dari Negara kita ini. Tinggal menunggu waktunya".

DIPANGGIL OLEH ASSISTENT RESIDENT PARE-PARE & DIBUJUK AGAR MAU KEMBALI BEKERJA SAMA.
Pada suatu hari di bulan November 1946, Andi Sulolipu dipanggil oleh Assistent Resident Pare-Pare u/menghadap. Ia berangkat bersama dgn saudara2nya: H.A.NURDIN, H.A.ABU BAKAR, H.A.CAMBOLANG, dan putra sulungnya ANDI MAPPAWEKKE. Assistent Resident membujuk & mengatakan kepada Andi Sulolipu, "Hai, Tuan Pabbicara, bagaimanakah pendirian tuan, saya rasa lebih baik tuan Pabbicara bersedia & mau kembali bekerja sama dgn kami. Kalau bersedia kita akan bayar kembali semua gajinya & kita akan berikan pangkat yg lebih tinggi lagi". Bujuk Assistent Resident.
Mendengar kata2 bujukan itu, maka Andi Sulolipu menjawab, "Paduka tuan Assistent Resident, saya tidak bersedia lagi kembali memangku jabatan Pabbicara, saya tidak mau lagi bekerja sama dengan tuan2 Belanda. Saya sekarang bersama2 dengan rakyat mau merdeka sekalipun akan menanggung resiko yg paling berat". Mendengar jawaban tersebut maka gagallah Assistent Resident Pare-Pare u/membelokkan keyakinan & pendirian Andi Sulolipu.

Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Assistent Resident Pare-pare, maka pada bulan itu juga, November 1946, bertepatan dengan bulan Ramadhan, jam 4 sore, beberapa orang POLISI MILITER (M.P.) Belanda dengan mengendarai sebuah Jeep datang ke Amparita u/menangkap Andi Sulolipu. Setelah melakukan menggerebekan di Rumah Adat Bola Lampe'E, dan tidak menemui yg sedang dicari, mereka kemudian mendatangi rumah Andi Sulolipu yg lainnya didekat Lapangan Sepakbola Amparita (Sekarang Madrasah DDI) yg menjadi kantor P.N.I. dan tempat yg biasa dipakai para pejuang untuk berkumpul. Polisi Militer langsung naik kerumah & disambut oleh Andi Sulolipu seraya mengatakan, "Barangkali tuan tuan M.P. ini datang kemari untuk menangkap saya, "Dan dijawab oleh M.P. Belanda, "Betul tuan, kami diperintahkan untuk menjemput tuan".
Ia kemudian menyuruh istrinya, Andi Hanisuh, memberikan beberapa pasang pakaian, sarung, sajadah, dan Kitab Suci Al-qur'an kesayangannya karangan HAJI MUHAMMAD YUNUS. Setelah pamit kepada keluarga & seluruh isi rumahnya, ia kemudian mencium anak bungsunya ANDI HATTA dengan penuh kasih & haru. Iapun turun dari rumah dan berseru kepada orang2 yg telah berkerumun di pekarangan :

"Teruskan Perjuangan Kita & Pertahankan Kemerdekaan Kita, Insya Allah, Tuhan Akan Bersama Kita!"

Pada hari itu pula M.P. Belanda singgah ke Pangkajene & menangkap Andi Nemba. Keduanya dibawa ke Pare-Pare dan ditahan disalah satu rumah tahanan. Setelah beberapa hari ditahan di Pare-pare, keduanya kemudian dibawa ke Makassar dan masuk kedalam Rumah Tahanan KISKAMPEMENT (Tangsi Kis). Disanalah mereka ditawan bersama sama dengan Pejuang pejuang yg telah terlebih dahulu ditangkap, Seperti:
ANDI ABDULLAH BAU MASSEPE, ANDI MAKKASAU, USMAN ISA, dan saudara kandungnya HAJI ANDI ABU BAKAR, dll.

Setelah beberapa bulan lamanya mereka ditawan di Makassar, mereka kemudian dipindahkan lagi ke Kariango Suppa (Pinrang). Disinilah para pejuang mendapatkan siksaan yg berat dan keji dari Pasukan Baret Merah WESTERLING. Penyiksaan yg tanpa mengindahkan hukum2 kemanusian. Namun, para Pejuang Pembela Negara itu tetap teguh & tidak berubah keyakinan dan pendiriannya.

Sejarah mencatat, inilah peristiwa terpahit yg menimbulkan trauma pada rakyat Sulawesi Selatan. Ada 40.000 jiwa yg masih menunggu pengakuan dosa atas kejahatan terhadap kemanusiaan yg dilakukan Pemerintah Kerajaan Belanda ketika masih menancapkan kuku2 penjajahan di Bumi Pertiwi. Tapi... Pengakuan itu...


Menurut kesaksian yang banyak beredar di kalangan masyarakat Sulsel, kematian indah (SYAHID) para pejuang itu, antara lain :
1. Dijejerkan dan kemudian di tembak,
2. Ditenggelamkan di laut,
3. Dikubur hidup hidup, dan
4. Diseret/ditarik dengan tali tambang oleh mobil jeep yang berlari kencang.
(Na'udzubillah)

"Pemerintah Kerajaan Belanda wajib meminta maaf 40.000 kali kepada Rakyat Sulawesi Selatan...!!! Titik!!"

Hingga akhirnya...
Andi Sulolipu mungkin mempunyai rencana besar untuk Negara yang dicintainya ini, tapi Allah telah menentukan takdir hidupnya. Pada akhirnya semua yg merasakan hidup akan mati. Demikian halnya dengan Andi Sulolipu Pabbicara Amparita. Ia kini telah terbaring diantara ribuan kawan2 seperjuangan yg telah berpulang akibat menjadi korban kekejaman. Ia mengakhiri hidupnya dengan membawa serta keyakinan & pendiriannya yg teguh, kokoh untuk tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Tidak ada yg mengetahui kapan & dimana ia ditembak, atau dimana ia dikuburkan. kalau ditenggelamkan dimana lautannya. "Ia... Hilang tak tentu rimbanya."

PENGHORMATAN ATAS JASA JASANYA KEPADA BANGSA & NEGARA.


1. Untuk menghormati perjuangan Andi Sulolipu atas jasa jasa yg telah diberikan kepada Nusa, Bangsa, dan Negara, Pemerintah telah menganugrahkan gelar kehormatan sebagai "PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA" Dan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang telah membangunkan sebuah MONUMEN PERJUANGAN ANDI SULOLIPU di Amparita, ditempatkan pada jalur Jalan Raya Pangkajene-Soppeng.

2. Monumen Andi Sulolipu diresmikan oleh bapak HAJI ANDI SALIPOLO PALALLOI, Bupati Kepala Daerah tingkat ll Sidenreng Rappang, pada tanggal 10 Agustus 1998, di Amparita, didampingi oleh bapak HAJI OPU SIDIK mantan Bupati Sidrap, bapak HAJI ANDI ISKANDAR PAJUJUNGI Petta/Arung Amparita & bapak HAJI USMAN BALO Ketua LVRI Kab. Sidrap. Turut hadir pula para anggota Muspida, Tokoh2 Veteran & Angkatan '45 Kab. Sidrap serta Pemuka Masyarakat di Amparita.


3. Pada malam harinya diadakan pula pengajian Al-Qur'an & tahlilan dirumah kediaman Andi Sulolipu "Rumah Adat Saoraja Bola Lampe'E" Amparita. Pada keesokan harinya, dilaksanakan pemasangan batu nisan Andi Sulolipu (secara simbolis), di pemakaman keluarga "Andi Pakerrangi Pabbicara Sidenreng"
(Kubburu' Bola Batue Amparita)

TAMAT

SULOLIPU PETTA PABBICARA. PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA DARI SIDENRENG RAPPANG


SULOLIPU PETTA PABBICARA. PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN INDONESIA DARI SIDENRENG RAPPANG.


Oleh: Andi Syaifullah
Sumber: H.A. Iskandar Pajujungi Arung Amparita.

ANDI SULOLIPU Pabbicara Amparita yang juga biasa dipanggil ANDI ABDULLAH, dilahirkan pada thn 1900, dari bapak bernama LA PAKERRANGI PETTA PABBICARA SIDENRENG, dan ibu bernama I TANGKUNG, pada suatu wilayah di Kerajaan Sidenreng bernama Amparita.

Pada umur yg masih sangat remaja pada thn 1916, dinikahkan dengan perempuan bernama ANDI MAESURI Kr. CAKKI, seorang puteri keturunan Raja Tallo. Dan pada thn 1939, menikah lagi dengan perempuan bernama ANDI HANISUH, seorang putri keturunan Petta Enrekang, dengan jumlah anak dari kedua istri tsb sebanyak 10 orang.

Setelah menamatkan sekolahnya pada Sekolah Rakyat (VOLKSSCHOOL) selama 3 tahun di Amparita & tamat pula pada sekolah GOUVERNEMENT kelas 2 (VERVOLGSCHOOL) di Rappang thn 1912, maka diangkat menjadi Kepala Penjara Pare-Pare (SIPIR), pada thn 1914.

Karena Andi Sulolipu dianggap cakap untuk menggantikan ayahnya La Pakerrangi sebagai Pabbicara (wafat pada thn 1917), maka LA CIBU ADDATUANG SIDENRENG XIII, mengangkat Andi Sulolipu menjadi PABBICARA AMPARITA, dan diberi tugas-tugas pada bidang:
1. Pemerintahan & Hukum,
2. Ketua Hadat Sidenreng disamping Addatuang, dan
3. Ketua Badan Pertimbangan Pemerintah Kerajaan Sidenreng.

KEGIATAN DI BIDANG SOSIAL & PENDIDIKAN.
Pada thn 1930, Andi Sulolipu mendirikan satu perkumpulan atau yayasan dengan nama PERKUMPULAN NASRULHAQ. Yayasan inilah pada thn 1931 mendirikan SEKOLAH NASRULHAQ l, berpusat di Amparita & didirikan pula cabang2nya di Teteaji, Allakuang, Massepe & Pangkajene, dipimpin oleh seorang ulama terkenal pada masa itu bernama K.H. MUHAMMAD YAFIE (ayahanda Prof. Ali Yafie mantan Ketua MUI). Berselang beberapa tahun kemudian, didirikan pula MADRASAH IBTIDAIYAH & TSANAWIAH yg dipimpin KH. ZAINAL ABIDIN, seorang ulama dari Mandar dgn pembantu2nya bernama ABDUL RAZAK & ABDUL WAHAB.

Pada thn 1937, Andi Sulolipu mendirikan lagi sebuah sekolah yg diberi nama SEKOLAH NASRULHAQ ll (TWEEDE NASRULHAQ SCHOOL) yg mata pelajarannya sama dengan H.I.S & SCHAKELSCHOOL ditambah dengan pelajaran agama islam.

Atas rekomendasi dari TUAN HABIBIE (ayah Prof. Habibie, Mantan Presiden RI), didatangkan pengajar dari Gorontalo yg masih kerabat dekat mereka, seperti: USMAN ISA, Ny. CHATIBI USMAN ISA & ABBAS MAHMUD. Ditambah seorang guru agama dari Mandar, dan seorang dari Minangkabau bernama ABU SALIM ALAMSYAH. Sekolah ini berjalan lancar selama 5 tahun hingga pecahnya Perang Dunia ke II. Meski demikian Andi Sulolipu telah mempersiapkan murid2 tersebut untuk melanjutkan pendidikan pada sekolah MULO & CIBA Di Makassar.

Untuk membangun rumah sekolah & mendirikannya, ditambah dengan membayar gaji para guru, dari thn 1931 s/d 1942 (11 tahun) Andi Sulolipu telah menggadaikan sanra putta sawahnya kepada SAID SADIK ALIDRUS sejumlah 10 H.A (7 HA, di Laulaweng Amparita & 3 HA di Labuaja Lawawoi).

KEGIATAN DI BIDANG PARTAI & ORGANISASI PERJUANGAN.
Andi Sulolipu menjabat sebagai Pengurus & Penasihat Partai Sarikat Islam (PSI) Cab. Teteaji. pada Kongres PSI di thn 30-an, Pimpinan Pusat HAJI OMAR SAID TJOKROAMINOTO berkunjung ke Teteaji. sempat terjadi pertemuan & perbincangan dengan Andi Sulolipu. Dalam perbincangan tersebut Tjokroaminoto berharap agar perjuangan PSI didalam menuntut Kemerdekaan Indonesia mendapatkan dukungan yg semakin luas di kalangan masyarakat, terutama dari golongan bangsawan tinggi seperti halnya dengan Andi Sulolipu.

Terbukti di kemudian hari, Andi Sulolipu sangat konsisten dengan sikap perjuangannya sampai wafatnya di thn 1947.

Pada awal bulan September 1945, Andi Sulolipu ke Makassar untuk menemui DR. SAM RATULANGI. dimana pada saat itu beliau telah pulang dari Jakarta setelah menghadiri Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dalam pertemuan tsb, Andi Sulolipu mengemukakan rencananya untuk mendirikan PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI) di Sidenreng Rappang, dan berpusat di Amparita, untuk tujuan menghimpun massa rakyat dalam satu wadah organisasi demi menghindari pengaruh2 negatif dari kalangan anti republikein.

Rencana & gagasan Andi Sulolipu itu disambut baik oleh Sam Ratulangi yg telah diberi mandat oleh SOEKARNO sebagai GUBERNUR di Sulawesi. setelah beliau memberikan masukan2 yg berharga kepada Andi Sulolipu, maka Sam Ratulangi memerintahkan staf pembantunya Mr. TADJUDDIN NOOR untuk menyertai Andi Sulolipu ke Amparita membentuk PARTAI NASIONAL INDONESIA (PNI).
Dengan melalui sebuah komite, tersusun Pengurus Partai, sbb:

Ketua Umum : ANDI SULOLIPU,
Ketua 1 : ANDI ABU BAKAR,
Ketua 2 : CALLAKARA,
Penulis 1 : ANDI MARAMAT,
Penulis 2 : LA PABBOLA,
Penulis 3 : ANDI ISKANDAR,
Bendahara 1 : ADAMA,
Bendahara 2 : ANDI BAHARUDIN.

Disamping Pengurus Harian tsb diatas, Partai ini dilengkapi pula dengan Pembantu2 seperti:
1. Bidang Penerangan & Propaganda,
2. Bidang Sosial,
3. Bidang Perhubungan,
4. Bidang Perlengkapan,
5. Bidang Perlawanan & Pengerahan Massa, dan
6. Bidang Tata usaha & Pendaftaran Anggota.

Berdirinya PARTAI NASIONAL INDONESIA di Amparita, Sidrap, dalam waktu singkat telah tersebar luas di Masyarakat. Maka mulailah rakyat mendatangi kantor P.N.I. u/mendaftarkan diri menjadi anggota. seperti dari Enrekang, Soppeng, Pinrang, Wajo, dll.

Pada bulan Oktober 1945, Andi Sulolipu sebagai Ketua Umum PNI, mengundang Tokoh2 Pejuang Kemerdekaan Sidenreng Rappang untuk menghadiri rapat yg diadakan di Amparita yg dihadiri oleh:
1. ANDI CAMMI & ANDI NOHONG, dari Rappang.
2. ANDI TAKKO dari Tanrutedong.
3. ANDI NEMBA, Pangkajene.
4. ANDI ABDUL LATIF, Bilokka.
5. ABDUL GANI RASUL, Massepe.
6. M. ABDUH PABBAJA, Allakuang.
7. KEPALA LAUPE, Wette'E, Wanio.
*] kesemuanya ditemani rekan2 dalam 1 rombongan.

Ada 3 (tiga) keputusan penting yang diambil dalam rapat yang dipimpin Andi Sulolipu tersebut, yakni:
1. Secara resmi & protokoler Bendera Merah Putih dinaikkan.
2. Membagi Daerah Pertahanan di Sidenreng Rappang menjadi 2 (dua) wilayah:
a. Wilayah Utara Pangkajene sampai Rappang & sekitarnya adalah Daerah Operasi B.P. GANGGAWA dibawah pimpinan Andi Cammi & Andi Nohong.
b. Wilayah Pangkajene ke Selatan sampai Bilokka & sekitarnya adalah Daerah Operasi KRIS MUDA dibawah pimpinan Yusuf Rasul & Rachman Tamma.
3. Mendukung sepenuh pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur Sulawesi.

Setelah rapat selesai, maka seluruh peserta mengambil tempat di pekarangan RUMAH ADAT BOLA LAMPE'E untuk mengikuti Upacara Penaikan BENDERA MERAH PUTIH diiringi dengan lagu INDONESIA RAYA.

Peristiwa ini adalah peristiwa bersejarah di Sidenreng Rappang. U/kali pertama secara resmi & protokoler Sang Merah Putih dikibarkan dgn diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, disaksikan oleh para pejuang yg hadir & rakyat yg telah berkerumun memadati halaman.

Pada bulan November 1945, Andi Sulolipu mengadakan Konferensi yg diikuti oleh para Pendukung Kemerdekaan Indonesia, bertempat di Gedung Sekolah Rakyat Amparita. Hadir dlm Konferensi itu ialah tokoh2 pejuang utusan daerah Enrekang, Wajo, Soppeng, dll. Keputusan yg diambil adalah:
Menolak kembalinya penjajahan di bumi Indonesia. Serta siap menentang & melawan dgn kekuatan yg ada pada diri sendiri. Diputuskan pula bahwa pengangkatan Dr.Sam Ratulangi menjadi Gubernur adalah sah.

DIBERHENTIKAN DARI JABATAN PABBICARA.
Aktivitas Refresif yg dilakukan Andi Sulolipu didalam upaya mendukung Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tidak disetujui Pemerintah Kerajaan Sidenreng & Belanda waktu itu. Beliau sering dipanggil hanya untuk dinasehati agar ia sadar & lebih memusatkan pikiran pada tugas2 pokoknya di pemerintahan. Hal ini menimbulkan kekecewaan Andi Sulolipu terhadap beberapa rekannya sesama kaum aristokrat yg duduk di pemerintahan. Mereka lebih memilih u/melanjutkan kerjasama dgn pihak Belanda, demi mengamankan jabatan daripada ikut berjuang. Beruntung kekecewaan itu terobati oleh sikap Patriot yg ditunjukan kalangan muda yg dimotori oleh Andi Cammi & Yusuf Rasul, dkk.

Akibat sikap yg dinilai keras kepala & membangkang,
pada bulan Mei 1946, A. Sulolipu diberhentikan dari jabatannya selaku Pabbicara Amparita. Pemberhentian tsb dlm waktu singkat telah diketahui secara luas dikalangan rakyat. Hingga kawan2 seperjuangan silih berganti datang u/menyatakan simpati & keprihatinan. Ketika ditemui, A. Sulolipu mengatakan, "Sekarang ini saya adalah rakyat biasa. Kedudukan saya selaku Pabbicara telah ditanggalkan, maka oleh karena itu tibalah saatnya sekarang ini saya bersiap2 menunggu kedatangan Belanda u/menangkap saya. Itu pasti akan terjadi. Itulah resiko atas keyakinan & pendirian saya. Kalau besok atau lusa saya ditangkap Belanda, jangan harapkan saya akan kembali. Tetapi tunggulah kabar kematian saya. Saya telah ikhlas. Kepada kawan2 seperjuangan saya, agar perjuangan kita yg suci murni ini diteruskan, Insya Allah & yakinlah bahwa penjajah belanda akan segera terusir dari Negara kita ini. Tinggal menunggu waktunya".

DIPANGGIL OLEH ASSISTENT RESIDENT PARE-PARE & DIBUJUK AGAR MAU KEMBALI BEKERJA SAMA.
Pada suatu hari di bulan November 1946, Andi Sulolipu dipanggil oleh Assistent Resident Pare-Pare u/menghadap. Ia berangkat bersama dgn saudara2nya: H.A.NURDIN, H.A.ABU BAKAR, H.A.CAMBOLANG, dan putra sulungnya ANDI MAPPAWEKKE. Assistent Resident membujuk & mengatakan kepada Andi Sulolipu, "Hai, Tuan Pabbicara, bagaimanakah pendirian tuan, saya rasa lebih baik tuan Pabbicara bersedia & mau kembali bekerja sama dgn kami. Kalau bersedia kita akan bayar kembali semua gajinya & kita akan berikan pangkat yg lebih tinggi lagi". Bujuk Assistent Resident.
Mendengar kata2 bujukan itu, maka Andi Sulolipu menjawab, "Paduka tuan Assistent Resident, saya tidak bersedia lagi kembali memangku jabatan Pabbicara, saya tidak mau lagi bekerja sama dengan tuan2 Belanda. Saya sekarang bersama2 dengan rakyat mau merdeka sekalipun akan menanggung resiko yg paling berat". Mendengar jawaban tersebut maka gagallah Assistent Resident Pare-Pare u/membelokkan keyakinan & pendirian Andi Sulolipu.

Beberapa hari setelah pertemuannya dengan Assistent Resident Pare-pare, maka pada bulan itu juga, November 1946, bertepatan dengan bulan Ramadhan, jam 4 sore, beberapa orang POLISI MILITER (M.P.) Belanda dengan mengendarai sebuah Jeep datang ke Amparita u/menangkap Andi Sulolipu. Setelah melakukan menggerebekan di Rumah Adat Bola Lampe'E, dan tidak menemui yg sedang dicari, mereka kemudian mendatangi rumah Andi Sulolipu yg lainnya didekat Lapangan Sepakbola Amparita (Sekarang Madrasah DDI) yg menjadi kantor P.N.I. dan tempat yg biasa dipakai para pejuang untuk berkumpul. Polisi Militer langsung naik kerumah & disambut oleh Andi Sulolipu seraya mengatakan, "Barangkali tuan tuan M.P. ini datang kemari untuk menangkap saya, "Dan dijawab oleh M.P. Belanda, "Betul tuan, kami diperintahkan untuk menjemput tuan".
Ia kemudian menyuruh istrinya, Andi Hanisuh, memberikan beberapa pasang pakaian, sarung, sajadah, dan Kitab Suci Al-qur'an kesayangannya karangan HAJI MUHAMMAD YUNUS. Setelah pamit kepada keluarga & seluruh isi rumahnya, ia kemudian mencium anak bungsunya ANDI HATTA dengan penuh kasih & haru. Iapun turun dari rumah dan berseru kepada orang2 yg telah berkerumun di pekarangan :

"Teruskan Perjuangan Kita & Pertahankan Kemerdekaan Kita, Insya Allah, Tuhan Akan Bersama Kita!"

Pada hari itu pula M.P. Belanda singgah ke Pangkajene & menangkap Andi Nemba. Keduanya dibawa ke Pare-Pare dan ditahan disalah satu rumah tahanan. Setelah beberapa hari ditahan di Pare-pare, keduanya kemudian dibawa ke Makassar dan masuk kedalam Rumah Tahanan KISKAMPEMENT (Tangsi Kis). Disanalah mereka ditawan bersama sama dengan Pejuang pejuang yg telah terlebih dahulu ditangkap, Seperti:
ANDI ABDULLAH BAU MASSEPE, ANDI MAKKASAU, USMAN ISA, dan saudara kandungnya HAJI ANDI ABU BAKAR, dll.

Setelah beberapa bulan lamanya mereka ditawan di Makassar, mereka kemudian dipindahkan lagi ke Kariango Suppa (Pinrang). Disinilah para pejuang mendapatkan siksaan yg berat dan keji dari Pasukan Baret Merah WESTERLING. Penyiksaan yg tanpa mengindahkan hukum2 kemanusian. Namun, para Pejuang Pembela Negara itu tetap teguh & tidak berubah keyakinan dan pendiriannya.

Sejarah mencatat, inilah peristiwa terpahit yg menimbulkan trauma pada rakyat Sulawesi Selatan. Ada 40.000 jiwa yg masih menunggu pengakuan dosa atas kejahatan terhadap kemanusiaan yg dilakukan Pemerintah Kerajaan Belanda ketika masih menancapkan kuku2 penjajahan di Bumi Pertiwi. Tapi... Pengakuan itu...

Menurut kesaksian yang banyak beredar di kalangan masyarakat Sulsel, kematian indah (SYAHID) para pejuang itu, antara lain :
1. Dijejerkan dan kemudian di tembak,
2. Ditenggelamkan di laut,
3. Dikubur hidup hidup, dan
4. Diseret/ditarik dengan tali tambang oleh mobil jeep yang berlari kencang.
(Na'udzubillah)

"Pemerintah Kerajaan Belanda wajib meminta maaf 40.000 kali kepada Rakyat Sulawesi Selatan...!!! Titik!!"

Hingga akhirnya...
Andi Sulolipu mungkin mempunyai rencana besar untuk Negara yang dicintainya ini, tapi Allah telah menentukan takdir hidupnya. Pada akhirnya semua yg merasakan hidup akan mati. Demikian halnya dengan Andi Sulolipu Pabbicara Amparita. Ia kini telah terbaring diantara ribuan kawan2 seperjuangan yg telah berpulang akibat menjadi korban kekejaman. Ia mengakhiri hidupnya dengan membawa serta keyakinan & pendiriannya yg teguh, kokoh untuk tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Tidak ada yg mengetahui kapan & dimana ia ditembak, atau dimana ia dikuburkan. kalau ditenggelamkan dimana lautannya. "Ia... Hilang tak tentu rimbanya."

PENGHORMATAN ATAS JASA JASANYA KEPADA BANGSA & NEGARA.
1. Untuk menghormati perjuangan Andi Sulolipu atas jasa jasa yg telah diberikan kepada Nusa, Bangsa, dan Negara, Pemerintah telah menganugrahkan gelar kehormatan sebagai "PAHLAWAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA" Dan Pemerintah Kabupaten Sidenreng Rappang telah membangunkan sebuah MONUMEN PERJUANGAN ANDI SULOLIPU di Amparita, ditempatkan pada jalur Jalan Raya Pangkajene-Soppeng.

2. Monumen Andi Sulolipu diresmikan oleh bapak HAJI ANDI SALIPOLO PALALLOI, Bupati Kepala Daerah tingkat ll Sidenreng Rappang, pada tanggal 10 Agustus 1998, di Amparita, didampingi oleh bapak HAJI OPU SIDIK mantan Bupati Sidrap, bapak HAJI ANDI ISKANDAR PAJUJUNGI Petta/Arung Amparita & bapak HAJI USMAN BALO Ketua LVRI Kab. Sidrap. Turut hadir pula para anggota Muspida, Tokoh2 Veteran & Angkatan '45 Kab. Sidrap serta Pemuka Masyarakat di Amparita.

3. Pada malam harinya diadakan pula pengajian Al-Qur'an & tahlilan dirumah kediaman Andi Sulolipu "Rumah Adat Saoraja Bola Lampe'E" Amparita. Pada keesokan harinya, dilaksanakan pemasangan batu nisan Andi Sulolipu (secara simbolis), di pemakaman keluarga "Andi Pakerrangi Pabbicara Sidenreng"
(Kubburu' Bola Batue Amparita)

SILSILAH LA PAKERRANGI PETTA PABBICARA SIDENRENG


SILSILAH LA PAKERRANGI PETTA PABBICARA SIDENRENG


Oleh: Andi Syaifullah
Sumber: H.A. Iskandar Pajujungi, H. Opu Sidik, A. Ilham Latunra.

'Inilah Silsilah Pertuanan Tanah Sidenreng. LA PANGURISENG Dan LA TOACALO Dua Orang Sebapak Seibu Yang Menurunkan Bangsawan Lapisan Teratas Negeri Sidenreng
Patturung Wija Dewata Mappideceng ri Tau MaegaE'

LA PAKERRANGI Petta Pabbicara Sidenreng (1870-1917) adalah anak dari LA RUMPANG Petta Manyoro'E Sidenreng, dari istrinya yang bernama I TEMMALALA, putri LA PAKKAMPI' Arung Amparita, LA PAKKAMPI' putra dari LA PADAPI Arung Amparita. LA RUMPANG adalah anak dari TOACALO Arung Maiwa, dari istrinya yang bernama I LANTE PUANG INDO RASA, anak LA MALLUDA Arung Salo Dua Enrekang. LA RUMPANG Bersaudara kandung dengan LA NAKI Arung Maiwa, LA COKE Arung Maiwa, dan LA BABE Sulewatang Maiwa. TOACALO bersaudara dengan LA PANGURISENG Addatuang Sidenreng X, TOA PATUNRU Karaeng Beroanging, LA CINCING Akil Ali Karaeng Mangeppe, Arung Matowa Wajo XXXIX, dan ISKANDAR MANUJENGI Karaeng Kile Petta Pilla'E ri Wajo. Mereka berlima adalah anak dari MUHAMMAD ARSYAD Petta Cambang'E Arung Malolo Sidenreng, dari istri yang bernama I NOMBA' Datu Pammana. MUHAMMAD ARSYAD adalah Anak Mattola (Pewaris Tahta) dari LA WAWO Addatuang Sidenreng IX, yang rangkap jabatan sebagai Arung Tempe, Arung Maiwa, dan Arung Berru X, dari Permaisurinya I BOMBENG Karaeng Baine'A, adik perempuan I MAPPAURANGI SULTAN SIRAJUDDIN Tumenanga ri Pasi (1735) Sombaya ri Gowa XXI dan XXIII. LA WAWO adalah anak dari TO APPO Addatuang Sidenreng VIII dan Arung Berru VIII, dengan istrinya I TUNGKE Arung Tempe. TO APPO anak dari TOAGEMETTO Arung Ajjaling Petta Ponggawa Bone dengan istrinya I RUKKIAH Karaeng Kanje'ne Addatuang Sidenreng VI, yang merangkap Arung Berru VII, putri dari LA MALLEWAI Addatuang Sidenreng V, dan Arung Berru V. TOAGEMETTO adalah anak dari TOANCALO Petta Ponggawa Bone. TOANCALO adalah anak dari LA MADDAREMMENG Arungpone XIII Matinroe ri Bukaka (1625-1646), dari istrinya ARUNG MANAJENG. Dari istrinya yang bernama ARUNG PANGI, LA MADDAREMMENG mempunyai anak yang bernama LA PAKOKKOE TO ANGKONE TADAMPALIK Arung Timurung dan Ranreng Towa Wajo. LA PAKOKKOE adalah suami dari WE MAPPOLOBOMBANG adik kandung dari Batara Tungke'na Tana Ugi ARUNG PALAKKA Petta Malampe'E Gemmena Arungpone XV. Dari perkawinan merekalah terlahir putera yang kelak mempersatukan kerajaan2 besar di tanah Bugis dan Makassar dalam satu ikatan darah, yaitu LA PATAU MATANNA TIKKA Arungpone XVI.

Adapun susunan Putra/Putri/Cucu, LA PAKERRANGI & I TANGKUNG PUATTA RI AMPARITA (istri), sbb:

1. ANDI INDAL FATARAH, meninggal waktu kecil.

2. ANDI BINAONG, meninggal waktu kecil.

3. ANDI BATURIYAH, ayah dari ANDI TUNGKE.

4. ANDI SULOLIPU, Petta Pabbicara Amparita, Ayah dari :
- ANDI MAPPAWEKKE, Kepala Pemerintah Swapraja Sidenreng.
- ANDI SENNANG,
- ANDI MAPPAROLA,
- ANDI ISMAEL,
- ANDI CAMMING,
- ANDI MAHMUD,
- ANDI BULAENG,
- ANDI SOHRA,
- ANDI HATTA.

5. HAJI ANDI NURUDDIN, Petta Kadhi Sidenreng Arung Otting, Adalah ayah dari :
- ANDI RUMPANG,
- ANDI HADIJAH,
- ANDI ATTIRA,
- ANDI SUNGGU,
- ANDI TONRA,
- OPU SIDIK, Bupati Sidrap, 2 periode, (1978 s/d 1988)
- ANDI ABD. SAMAD.
- ANDI SURIAH.

6. HAJI ANDI TJAMBOLANG, Petta Sulewatang Mallusetasi, Adalah ayah dari :
- ANDI SIANGLIPU,
- ANDI LATEKO,
- ANDI SADDADE,
- ANDI TADJUDDIN,
- ANDI SUHRIAH,
- ANDI KARTINI,
- ANDI TJA, Ex. Anggota DPRD Sulsel, 3 periode.
- ANDI CABUBENG, dan...
- ANDI MAKMUR.

7. HAJI ANDI ABU BAKAR. Adalah ayah dari :
- ANDI ADAM,
- ANDI BAHARUDDIN,
- ANDI SIANGKA,
- ANDI HALLANG,
- ANDI SARRA, dan
- ANDI DEGONG. Ex. anggota DPRD Pare-pare.

8. ANDI TAKKO (Perempuan), Ibu dari :
- ANDI MUTIA TOJA,
- ANDI ISKANDAR, Petta/Arung Amparita.
- ANDI PATINGELLE

SILATURRAHMI KELUARGA BESAR LA PAKERRANGI PETTA PABBICARA SIDENRENG

Silaturrahmi Keluarga Besar La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, telah terlaksana pada hari Minggu, 29 November 2009. Berlangsung di Saoraja Bola Lampe'E, Amparita, Sidrap. Adapun keputusan dari Silaturahmi Keluarga Besar La Pakerrangi, adalah:
1. Berdirinya Yayasan La Pakerrangi Petta Pabbicara Sidenreng, yang diketuai oleh Haji Andi Ranggong (Bupati Sidrap, 2003-2008).
2. Reuni keluarga besar ini akan menjadi agenda tahunan, dan dilaksanakan setelah Lebaran Idul Adha.
3. Saoraja Bola Lampe'E (Milik Andi Sulolipu) dan Saoraja Mamminasae (Milik La Pakerrangi), ditetapkan sebagai "Monumen Sejarah" Keluarga Besar La Pakerrangi, dan merupakan "Rumah Bersama" yang harus dilestarikan.

Silaturrahmi dihadiri oleh: Haji Opu Sidik, Haji Andi Ranggong, Andi Sukri Baharman (Ketua DPRD Sidrap), Haji Andi Baharman, Haji Andi Insan P. Tanri, Keluarga Besar Andi Sulolipu, Haji Andi Nuruddin, dan Haji Andi Tjambolang, serta tokoh2 masyarakat se-Amparita.

Asal Muasal Nama 'Sidenreng Rappang'


Asal Muasal Nama 'Sidenreng Rappang'


Adalah mudah merasa kenal dan akrab dengan satu nama, tapi tidak tahu asal-muasal nama itu dan cerita di baliknya. Citizen reporter memaparkan latar belakang nama sebuah kabupaten di Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai lumbung padi Sulsel. (p!) SIDRAP, kata yang sudah tidak asing lagi di pendengaran mereka yang berada di lingkup Sulawesi Selatan. Nama dari salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang terkenal sebagai lumbung padi. Juga dikenal sebagai masyarakat yang cara bicaranya kasar dan suaranya yang keras, sampai ada ungkapan yang menyatakan ”Lebbimoi Nacairiyye To Bone, Naiyya Nabicie To Sidenreng”. Artinya, lebih baik dimarahi oleh orang Bone daripada dibisik oleh orang Sidenreng Rappang. Namun pun begitu, bagi orang yang menyalami secara mendalam hati dan karakter masyarakat Sidenreng Rappang pasti akan berkata, ”Naiyya To Sidenreng Rappengnge Garagaji Timunna, Sabbe Atinna.” Artinya, sesungguhnya orang Sidenreng Rappang bibirnya ibarat gergaji namun hatinya selembut sutra. Maknanya, tegas tapi bijaksana, keras budi bahasa tetapi halus budi pekerti.
Sidrap adalah kabupaten yang sarat dengan sejarah. Kabupaten yang memperingati tanggal 18 Februari sebagai hari jadinya ini, ternyata mempunyai sejarah dibalik namanya. Saya adalah salah seorang di antara sekian banyak putra-putri Sidenreng Rappang yang tertarik untuk menelusuri jejak sejarah di balik nama kabupaten kami itu. Tulisan yang saya tulis ini merujuk pada buku lontara’ dan hasil seminar tentang hari jadi Sidenreng Rappang, serta berbagai literature lainnya. Dalam buku lontara’ Mula Ri Timpakenna Tana’e Ri Sidenreng halaman 147, dikisahkan tentang seorang raja bernama Sangalla. Ia adalah seorang raja di Tana Toraja. Anaknya ada 9 : La Maddarammeng, La wewanriru, La Togellipu, La Pasampoi, La Pakolongi, La Pababbari, La Panaungi, La Mampasessu, dan La Mappatunru. Sebagai saudara sulung, La Maddaremmeng selalu menekan dan mengintimidasi kedelapan adik-adiknya, bahkan daerah kerajaan adik-adiknya ia rampas semua. Karena semua adiknya tidak tahan lagi dengan perlakuan kakaknya, mereka pun sepakat meninggalkan Tana Toraja. Karena perjalanan yang melelahkan, mereka kehausan lalu mencari jalan ke tepi genangan air di pinggir danau. Namun, danau itu ternyata berada di hutan yang lebat, sehingga sulit bagi mereka untuk mencapainya. Karena harus menembus semak belukar yang lebat, mereka pun Sirenreng-renreng (saling berpegangan tangan). Sesampainya di sana, mereka minum sepuas-puasnya dan duduk beristirahat kemudian mandi. Setelah itu, mereka berdiskusi bertukar pikiran tentang nasib yang merka jalani. Akhirnya, mereka sepakat untuk bermukim di tempat itu. Di sanalah mereka memulai kehidupan baru untuk bertani, berkebun, menangkap ikan, dan beternak. Semakin hari, pengikut-pengikutnya pun semakin banyak.
Tempat itulah yang kemudian dikenal “Sidenreng“, yang berasal dari kata Sirenreng-renreng mencari jalan ke tepi danau, dan danau itulah yang sekarang dikenal dengan danau Sidenreng. Dari situ, terbentuk kerajaan Sidenreng. Menurut sejarah, Sidenreng Rappang awalnya terdiri dari dua kerajaan, masing-masing Kerajan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Kedua kerajaan ini sangat akrab. Begitu akrabnya, sehingga sulit ditemukan batas pemisah. Bahkan dalam urusan pergantian kursi kerajaan, keduanya dapat saling mengisi. Seringkali pemangku adat Sidenreng justru mengisi kursi kerajaan dengan memilih dari komunitas orang Rappang. Pegitu pula sebaliknya, bila kursi kerajan Rappang kosong, mereka dapat memilih dari kerajaan Sidenreng . Itu pula sebabnya, sulit untuk mencari garis pembeda dari dua kerajaan tersebut. Dialek bahasanya sama, bentuk fisiknya tidak beda, bahasa sehari-harinya juga mirip. Kalaupun ada perbedaan yang menonjol, hanya dari posisi geografisnya saja. Wilayah Rappang menempati posisi sebelah Utara, sedangkan kerajaan Sidenreng berada di bagian Selatan. Kedua kerajaan tersebut masing-masing memiliki sistem pemerintahan sendiri. Di kerajaan Sidenreng kepala pemerintahannya bergelar Addatuang. Pada pemerintahan Addatuang, keputusan berasal dari tiga sumber yaitu, raja, pemangku adab dan rakyat. Sedangkan di Kerajaan Rappang rajanya bergelar Arung Rappang dan menyandarkan sendi pemerintahanya pada aspirasi rakyat. Demokrasi sudah terlaksana pada setiap pengambilan kebijakan.
Monumen Ganggawa di Pangkajene.Demokrasi bagi kerajaan Rappang adalah sesuatu yang sangat penting, salah satu bentuk demokrasinya adalah penolakan diskriminasi gender. Perbedaan gender tidak menjadi masalah, khususnya bagi kaum wanita untuk meniti karir sebagaimana layaknya kaum pria. Buktinya, adalah emansipasi wanita sudah ditunjukkan dengan seorang perempuan yang menjadi rajanya, yaitu raja Dangku, raja kesembilan yang terkenal cerdas, jujur, dan pemberani. Wanita yang kemudian dikenal sukses menjalankan roda pemerintahan di zamannya. Pada saat pengakuan kedaulatan republik Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949, berakhirlah dinasti Kerajaan Sidenreng dan Kerajaan Rappang. Ketika bumi Indonesia kemudian melepaskan diri dari belenggu penjajah, ketika pekik kemerdekaan menggema di seantero nusantara, kerajaan Sidenreng lebih awal menunjukkan watak nasionalismenya dengan bersedia melepaskan sistem kerajaan mereka. Padahal sistem itu sudah berlangsung lama, sampai 21 kali pergantian pemimpin. Mereka memilih berubah dan menyatu dengan pola ketatanegaraan Indonesia. Kerajaan akhirnya melebur menjadi kabupaten Sidenreng Rappang, dengan bupati pertamanya H. Andi Sapada Mapangile dan untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan Sidenreng Rappang dilakukan pemilihan umum untuk memilih bupati secara langsung pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu. (p!).

Sekilas Tentang Sejarah Kerajaan Sidenreng dan Rappang


Sekilas Tentang Sejarah Kerajaan Sidenreng dan Rappang

Dalam konteks sejarah berdirinya kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan, diawali dengan kehadiran To Manurung yaitu orang yang datang secara tiba-tiba dan tidak diketahui asal usulnya. Oleh karena kemisteriusannya, masyarakat mengambil kesimpulan bahwa To Manurung berasal dari kayangan.

To Manurung berasal dari bahasa Bugis yang terdiri atas 2 kata yaitu, to yang berarti orang dan Manurung yang berarti turun. Dalam kebudayaan Bugis yang dimaksud To Manurung ialah manusia pertama yang diturunkan dari langit untuk menjadi penguasa di bumi. Menurut para peneliti lontaraq berpendapat bahwa timbulnya mitos To Manurung yang menurunkan raja-raja Bugis Makassar merupakan bentuk pengetahuan masyarakat untuk membenarkan ketinggian status sosial para raja. Karena dengan mitos tersebut, maka para raja mendapatkan martabat kebangsawanannya. Hal ini juga diperkuat bahwa para raja merupakan orang-orang piihan yang mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan masyarakat biasa. Kelebihan-kelebihan tersebut misalnya seorang raja haruslah berani (To Barani), pintar (To Maccae), jujur (lempu) dan lain-lain. Sehingga dengan kelebihannya tersebut, masyarakat menganggap bahwa para raja bukanlah manusia biasa, melainkan turunan dari langit (To Manurung).

Sebelum menceritakan asal mulanya daerah Sidenreng, di awal tulisan lontaraq tertulis :
Tidak aku berdosa, tidak aku terkutuk, tidak aku celaka, menyebut-nyebut nama Sang Agung, kisah cerita orang yang mulia, turunan bangsawan yang bertahta. Dialah disebut orang yang tinggal di Sidenreng bagian barat, yang oleh orang Bone dan orang Soppeng menamakan Toraja yang menempati danau

Dalam versi lontaraq yang lain, ditulis :
Mohonlah kami kepada Tuhan, supaya kami jangan kena sumpah, janganlah mendapat bahaya, jangan bermati-matian bersanak saudara dan berfamili, menyebut namanya Manurungnge ri Sidenreng, Manurungnge ri Bacukiki dan TempoE ri La Waramparang
Sedangkan menurut Lontaraq Sidenreng, ditulis :
Kiranya aku tak celaka, tak busung, tak haus dan lapar karena aku menyebut-nyebut nama tuanku dan membicarakan tuanku

Berikut beberapa pendapat peneliti dari Eropa mengenai Sidenreng, yaitu :

  1. Catatan seorang Portugis pada abad ke-16 M yang menggambarkan Sidenreng sebagai “...Sebuah kota besar dan terkenal, berpusat di sebuah danau yang dapat dilayari dan dikelilingi tempat-tempat pemukiman.” (Tiele 1880, IV : 413). Manuel Pinto yang berkebangsaan Portugis sempat menetap selama 8 (delapan) bulan di Kerajaan Sidenreng pada Tahun 1548 M. Manuel Pinto menulis, “Sebuah fusta besar (kapal layar Portugis yang panjang dan dilengkapi deretan dayung di kedua sisinya) dapat berlayar dari laut menuju Sidenreng.” (Wicki, Documents Indica, II : 420-2).
  2. Kemudian seorang sejarawan asing yang bernama Crawfurd, pada 1828 (Descriptive Dictionary : 74, 441) menulis, “pada kampung-kampung di tepi danau…berlangsung perdagangan luar negeri yang pesat. Perahu-perahu dagang dihela ke hulu Sungai Cenrana…Kecuali pada musim kemarau, airnya cukup dalam untuk dilewati perahu-perahu paling besar sekalipun.”